Hallo selamat datang bersama mimin Tique. Hari ini kita akan membahas mengenai Generasi X, Y dan Z tidak semuanya dapat menemukan kain lurik secara nyata mengapa demikian ?? berikut pembahasannya.
Sangat sedih bilamana
sedikit demi sekikit kearifan lokal kita salah satunya batk Lurik yang beragam
motif serta warna harus siap hilang dari permukaan bumi sebab tak ada yang
mampu melanjutkan cara mengolahnya.
SEJARAH
Kain lurik adalah salah
satu jenis kain tradisional yang berasal dari pulau Jawa tengah daerah
penghasil lurik adalah Yogyakarta. Lurik sendiri salah satu pakaian khas selain
batik. Kata Lurik berasal dari bahasa jawa yang berarti “Lorek” yang berarti
garis-garis. Sederhana dalam penampilan, maupun dalam pembuatan
namun sarat dengan makna. Fungsi dari kain lurik selain fashion juga untuk symbol
dan ritual keagamaan. Kain lurik ini pertama kali ditemukan di daerah perdesaan
Jawa. Kain ini tidak hanya digunakan oleh mayarakat perdesaan setempat
melainkan digunakan pula di dalam lingkungan Kerajaan keraton. Dalam motifnya
lurik ini yang digunakan untuk kalangan bangsawan berbeda dengan yang di pakai
rakyat jelata. Maka motif yang dipakai untuk upacara adat, kain yang dikenankan
juga sesuai dengan tujuannya.
Awalnya kain lurik dibuat
dalam bentuk sederhana seperti bentuk selendang dimana dipakai untuk kemben
ataupun alat untuk menggedong bayi di masa itu. Kain ini juga sudah dikenal
sehak zaman Kerajaan Majapahit, relief pada candi Borobudur menggambarkan
keberadaan penenun kain lurik dengan alat tenun gedong.
Namun seiring
berkembangnya teknologi canggih dan waktu, kain lurik mulai dijahit menjadi
pakaian pria atau beskap dan digunakan sebagai jarik atau kebaya bagi wanita. Setelah
mengetahui sejarahnya maka demi menjaga dan memperkenalkan kepada beberapa
generasi baru kain lurik ini bahkan dijadikan busana sehari-hari di beberapa
daerah. Dengan tujuan memperkenalkan bahwa Indonesia memiliki banyak
peninggalan dari nenek moyang yang perlu dilestarikan agar tidak punah.
Lurik adalah kain tenun
yang berasal dari Jawa Tengah dengan pola dasar berupa garis-garis atau sel
berwarna kusam yang sering diselingi dengan benang-benang yang berbeda warna.
Kata lurik berasal dari akar kata “rik” yang berarti aliran atau selokan yang diartikan
sebagai pagar atau perlindung bagi pemakainya.
MAKNA
Dalam kehidupan
Masyarakat Jawa, tenun lurik merupakan salah satu wujud kekayaan budaya
tradisional yang telah memiliki keunikannya tersendiri. Salah satunya adanya
unsur garis dan bidang yang bervariasi. Unsur garis dan bidang tersebut bukan
semata bertujuan untuk keindahan secara visual atau fisioplastus tetapi juga
memiliki keindahan secara filosofi.
Bahan dasar yang
digunakan dalam pembuatan tenun lurik berupa benang yang terdiri dari dua macam
yaitu benang lungsi yang biasa digunakan dalam wujud cosnes yang kemudian
diolah dan dipersiapkan melalui proses penyetrengan, pencelupan, pengelosan.
MOTIF
Desain atau motif lurik
tradisional mengandung makna seperti tuntunan, cita-cita dan harapan bagi
pemakainya. Namun, pengguna Lurik sekarang lebih sedikit daripada beberapa
dekade yang lalu.
Pola lurik yang digunakan
oleh kalangan bangsawan berbeda dengan yang digunakan oleh masyarakat umum,
demikian pula lurik yang digunakan dalam upacara adat tergantung pada zaman dan
tujuannya. Bilamana corak dengan variasi berbeda mengandung makna yang telah
digariskan menjadi sebuah patron corak.
Patron -patron corak
dalam masyarakat Jawa dianggap memiliki kekuatan mistis, sehingga penggunaannya
terbatas pada waktu atau kepentingan tertentu. Selain itu juga terdapat corak
liwatan, tumbar pecah, kembenan dan nyampingan yang dipakai untuk upacara
selamatan tujuh bulanan (ibu hamil) hal ini dilakukan agar ibu dan bayi disaat
melakukan proses melahirkan dapat berjalan normal serta selamat. Maupun corak
pletek jarak khusus yang dipakai oleh bangsawan yang dianggap menambah
kewibawaan pemakainya.
Berikut beberapa motif lurik dan makna yang terkandung di dalam nya :
1. Motif Kluwung
Kluwung adalah pelangi yang merupakan kejaiban alam dan tanda kebesaran dari Tuhan, Sang Pencipta. Karena itu lurik dalam corak kluwing dianggap sacral dan mempunyai tuah sebagai tolak bala. Secara simbolis, pola corak kluwung diwakili oleh garis-garis lebar beraneka warna seperti pelangi.
2. Motif Tuluh Watu
Motif ini berarti “batu yang bersinar” dan dianggap bertuah sebagai penolak bala. Motif ini sering digunakan pada saat upacara Ruwatan Sukerta dan sebagai pelengkapan sesajen upacara persembahan Labuhan. Tuluh dapat berarti kuat atau raksasa
3. Motif Tumbar Pecah
Motif Tumbar Pecah diartikan sebagai orang memecah ketumbar dan seharum aroma khas dari ketumbar itu sendiri. Motif ini digunakan untuk upacara tingkeban atau mitoni dengan maksud agar kelahiran berjalan lancer semudah memecahkan ketumbar, ibu dan anak dalam keadaan selamat serta sehat dan bisa menjadi anak yang berguna nagi nusa dan bangsa serta harum namanya.
4. Motif Sapit Urang
Motif ini berarti sebagai jepit udang adalah ungkapan simbolis suatu siasat perang, dimana musuh dikelilingi atau dikepung dari samping dengan kekuatan komando serangan berpusat di tengah. Motif ini juga umumnya dipakai sebagai busana prajurit keraton.
5. Motif Udan Liris
Motif
ini yang paling menarik dari motif lainnya, sebab motif udan liris
menggambarkan hujan gerimis dengan model garis-garis ada yang Panjang serta
pendek dimana itu adalah air hujan. Karena hujan mengandung konotasi
mendatangkan kesuburan, maka motif ini merupakan lambing dari kesuburan dan
kesejahteraan.
Meskipun dasar kain tenun
lurik hanya garis-garis namun kain tersebut menjadi kekayaan budaya yang
penting bagi Masyarakat terkhusus orang jawa asli. Sehingga diharapkan untuk
generasi X, Y dan Z dapat melestarikan hingga generasi selanjutnya yang akan
datang.
CARA MEMBUAT
Proses penciptaan kain
Lurik tidak mudah. Penenunan dapat dilakukan setelah benang-benang dililitkan
satu per satu dengan tangan hingga membentuk gulungan-gulungan benang (tukel)
atau yang dapat dilekatkan (sambungkan) pada alat tenun. Belum lagi proses
pencucian dan pencelupan untuk menciptakan warna kain yang indah. Satu mesin
tenun kayu akan menghasilkan kain per meter berdasarkan besarnya tenaga yang
dikeluarkan untuk menginjak tuas tenun pada mesin. Bayangkan, betapa sulitnya
untuk hasilkan juntaian kain tenun dengan tenaga di usia yang tak lagi muda.
Perajinnya asli setempat dari
waktu ke waktu mulai menghilang. Hal ini mulai terjadi karena daya minat masyarakat
kurang serta tidak semua orang bisa menggunakan alat tersebut. Beberapa waktu lalu, Setelah sempat berkunjung
ke sentra kerajinan pembuatan kain Lurik di Klaten, Jawa Tengah satu fenomena
ironis yang ditemukan, adalah sosok renta yang berada di balik setiap alat
tenun. Dengan usia yang tak lagi muda atau generasi usia baby boomers,
yakni rata rata di atas 55 tahun, orang tua yang jumlahnya tak banyak ini
mengoprasikan mesin tenun tradional yang sederhana dengan sekuat tenaga.
Demikian untuk bahasan hari ini mengenai bagaimana terbentuk atau cara pembuatan kain lurik asli. Semoga dengan artikel ini membuat generasi penerus bangsa seperti generasi X, Y dan Z mau belajar bagaiamana membuat kain asli bernama lurik. Kita harus jaga kebudayaan nya agar tidak punah namun bisa eksis hingga sekarang. Dari artikel yang mimin Tique buat mungkin ada yang merasakan "Adakah di antara adik adik generasi milenial dan Z yang punya usulan bagaimana menghidupkan kembali seni tenun tersebut? Bagaimana pendapat Anda? " silahkan di beri komentar serta jawabannya kepada mimin ya sobat Tique di alamat email 1maculata.batique@gmail.com atau tulis aja di kolom komentar. Terima kasih banyak sobat Tique, sampai jumpa kembali!.