Selasa, 22 Agustus 2023

PASANGAN MUDA !! PENJUAL KAIN BATIK

Hallo selamat datang bersama mimin Tique. Hari ini kita akan membahas mengenai pasangan muda yang berhasil memperkenalkan batik sebagai identitas negara Indonesia salah satunya dengan menjualkan kepada masyarakat Indonesia hingga luar negeri loh...penasaran ??? yuk simak penjelasannya 

Asal Usul Batik

Batik adalah salah satu budaya Jawa yang paling berharga. Asal mulanya masih diperdebatkan, namun yang pasti kain batik mencapai puncak "kesempurnaannya" di tanah Jawa. Sejarah batik  Indonesia tidak terlalu tua, diperkirakan baru mulai berkembang pada abad ke-17, namun batik  masih dapat eksis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia bahkan salah satunya menjadi model baju baik seragam anak sekolah hingga fashion busana. Tidak pernah menjadi tua (usang), seiring  waktu terus berjalan dan menjadi lebih modern. Untuk pertama kali berkembang pesat dari istana (keraton) dengan desain dekoratif alias beragam motif yang dipengaruhi oleh zaman Hindu   di pulau Jawa. Setiap lembaraan kain terutama yang sering digunakan yaitu pakaian batik memiliki makna yang lebih luas serta mendalam bukan sekedar kain penutup tubuh, tetapi yang lebih penting lagi, penataan yang beragam hias dan pewarnaan merupakan perpaduan antara seni, adat istiadat, sikap  dalam hal pandangan hidup dan kepribadian. lingkungan yang melahirkannya, yaitu lingkungan keraton.

Gambar : Google

Dekorasi keraton dirancang khusus  hanya untuk raja dan keturunannya  langsung , seperti motif kawung, lereng dan parang-parangan.  Seiring berjalannya waktu, kain batik mulai tersebar di luar lingkungan keraton. Pola  hias khusus raja dan keluarganya menjadi “pola larangan”, sehingga kain batik yang dibentuk di luar keraton terinspirasi dari dalam keraton, namun terdapat variasi dalam penerapannya  yang membuatnya berbeda dari segi pola hias. , isen-isen dan komposisi warna.  Pada pertengahan abad ke-19, ketika permintaan batik semakin meningkat, muncul  teknik membatik baru  yaitu cap. Teknik cap ini sangat  membantu para pembatik manual dengan mempercepat proses membatik sehingga harga jual kain batik tidak terlalu mahal.  Sementara kain batik terus berkembang,  orang Indonesia  berpakaian  sesuai dengan keadaan dengan pelan-pelan mulai berubah, alias sedikit banyak mempengaruhi posisi kain batik di masyarakat. Selama era kekuasaan VOC,  hanya  orang Eropa yang diizinkan mengenakan pakaian Barat (Eropa). Untuk rakyat biasa  , VOC mengeluarkan peraturan yang memaksa masyarakat untuk tetap mengenakan "busana nasional". Tujuan dari kebijakan ini  jelas, yaitu untuk memudahkan identitas seseorang yang mungkin menyamar demi kepentingan sendiri, karena  dari pakaian sangat terlihat jelas  dari luar tanpa melakukan pengecekkan  sehingga aman tanpa melibatkan  aparat setempat.

Gambar : Google

“Pakaian nasional” yang dimaksud adalah busana adat tradisional masing-masing daerah. Di Jawa, kain batik berupa kain  yang digunakan sebagai jarit. Aturan berpakaian ini dapat  lebih mudah diterapkan di daerah-daerah VOC seperti Batavia (Jakarta), tetapi lebih sulit  diterapkan di tempat lain, terutama VOC memiliki banyak kepentingan. Contoh ekstrem adalah Amangkurat II, yang digambarkan dalam Babad Tanah Jawi sebagai salah satu kaum elit pertama yang mengadopsi pakaian Barat. Belakangan, cara berpakaian tradisional perlahan berubah, pakaian elit keraton mulai beradaptasi dengan pengaruh asing, gaya Eropa dan Islami seperti  kemeja dan jas menjadi beskap (berasal dari "beschaafd", artinya "beradab") dan surjan. . Pakaian daerah hasil adaptasi ini kemudian banyak digunakan dalam acara-acara publik seperti pertemuan bersama, sedangkan budaya Jawa terus digunakan dalam upacara-upacara keraton. Meskipun keraton mengadopsi unsur-unsur budaya lain, namun tidak pernah kehilangan peran sebagai penjaga kebudayaan Jawa.

Menjelang abad ke-19, terlepas dari upaya Belanda untuk mempertahankan cara berpakaian kalangan sendiri  serta ketidak inginan  orang Indonesia  meninggalkan adat mereka, adat Eropa, terutama dalam pakaian, menyebar luar batas kaum elit  Indonesia. Perubahan ini paling jelas terlihat di kalangan pria. Dimana pakaian Barat memiliki arti "kemajuan" dan "modernitas" khususnya di  kalangan pelajar, guru, pegawai kantor hingga  penjabat penting  Penggunaan kain batik  mulai berubah dan digantikan dengan celana panjang. "Westernisasi" pakaian ini berlanjut dan memuncak pada tahun 1950-an. Sukarno sendiri, sebagai presiden, menekankan peci sebagai “identitas” nasional bangsa Indonesia. Demi persatuan Indonesia, ia sengaja  tidak pernah memakai batik atau sarung. Namun, pemikiran Sukarno sangat berbeda dengan pakaian nasional wanita; kain batik kebaya adalah pakaian yang sempurna karena mencerminkan akar tradisional. Ringkasnya, Sukarno menginginkan busana pria dan wanita Indonesia mewakili hati dimana adanya  "kemajuan yang berakar pada tradisi dan modernitas". Karena kecintaannya pada pakaian kebaya dan  rasa nasionalisme, Soekarno kemudian menerapkan “persatuan” dengan menggunakan kain batik sebagai media dan kultur khas dari Indonesia . Sekitar tahun 1950 “batik Indonesia” lahir dan berciri khas menggabungkan desain pola dekoratif (beragam) batik keraton dengan proses pewarnaan batik pesisir. Konsep batik Indonesia mendapat tanggapan yang baik dari para seniman batik, di antaranya Ibu Soed tampil dengan anggun menggunakan model batik "Terang Bulan", Ibu Sakrie, Ibu Setyowati dan KRT Hardjonagoro (Go Tik Swan). Sampai saat itu jarang sekali orang yang membatik memotong dijadikan busana untuk dijual , kecuali untuk kebutuhan sendiri dan dipakai di rumah. Baru setelah Ali Sadikin sebagai gubernur Jakarta pada tanggal 14 Juli 1972 menetapkan  batik sebagai pakaian resmi pria di wilayah DKI Jakarta,  terjadi gelombang besar yang  mengubah sikap masyarakat Indonesia terhadap batik. Baru setelah kain batik mulai terlihat potensinya sebagai tekstil yang bisa digunakan tidak hanya untuk pakaian barat, tapi juga untuk dekorasi rumah. Perkembangan batik terus berlanjut hingga kini dengan unsur estetika dan teknik produksi yang modern.

Gambar: Google

Pasangan Muda Penjual Batik 

Salah satu  perjalanan batik di Indonesia yang sudah merdeka yaitu pasangan muda  atas nama Santosa Doellah dan Danarsih Hadiprijono resmi membuka perusahaan  bernama Danar Hadi pada tahun 1967, tahun itu industri batik di Solo, Jawa Tengah  baru mulai merangkak setelah tahun 1965 mengalami penurunan dari warga sekitar. Sebagai informasi  Bapak Hj. Santosa Doellah  lahir pada tanggal 7 Desember 1941 dan meninggal pada tanggal 2 Agustus 2021. Bapak Hj. Santosa Doellah meraih gelar Sarjana Ekonomi  (S.E.) dari Universitas Padjadjaran. Meski kondisi untuk membatik tidak terlalu mendukung, pasangan yang  menikah tahun 1967 tetap  memutuskan untuk membuka perusahaan batik.

Gambar: Google

Keputusan untuk meluncurkan merek "Danar Hadi" tidak diambil secara gegabah, melainkan  keputusan yang mencerminkan pengalaman generasi keluarga dalam bisnis batik  Surakarta. Danarsih lahir dari pasangan Soemarti dan Soenardi Hadiprijono, putri keempat dari lima bersaudara, pada tanggal 26 September 1946. Orangtuanya memiliki usaha batik yang dijual dan diproduksi di Kauman, yang kemudian pindah ke Kabupaten Bhayangkara. Danarsih tumbuh dan berkembang begitu dekat dengan segala hal yang berhubungan dengan batik. Keingintahuannya akan kehalusan tekstur kain batik  dan corak warna   sangat besar, terutama ia menyukai fashion . Sejak kecil dia senang sekali berganti model pakaian, (menolak memakai pakaian yang sama) dengan tidak  membeli baju baru melainkan memodifikasi pakaian yang ada.

Dia meminta tolong kakaknya yang pandai  menjahit serta kreatif  untuk mengubah keadaan agar pakaian lama selalu terlihat seperti baru. Sebagai informasi dari mimin Ibu Danarsih Hadiprijono pernah berkuliah Universitas Gajah Mada dengan mengambil Fakultas Teknik Kimia tetapi  menolak  melanjutkan kuliahnya karena merasa ingin mengetahui lebih banyak lagi  hal-hal yang berhubungan dengan batik. Orang tuanya tidak melarang karena melihat putri mereka sangat tertarik untuk berjualan batik.  Santosa Doellah, yang sebenarnya adalah keluarga  Danarsih, juga dibesarkan dalam keluarga yang sudah memiliki  empat generasi  berkecimpung dalam industri perbatikkan . Ia lahir dari pasangan suami istri Nama keluarga Dr. Doellah dan Fatimah Wongsodimo .

Karena ibunya meninggal muda, Santosa diasuh oleh kakeknya, Raden Wongsodinomo, yang  sudah menjadi  saudagar batik yang disegani di Surakarta dan  salah satu orang yang aktif ikut mendirikan koperasi untuk para pembatik (karyawan) sejak tahun 1937 , di bawah bimbingan kakeknya banyak belajar tentang batik, mulai dari dekorasi, proses dan teknik pembuatan kain kraton yang berkualitas hingga kain batik yang berkualitas untuk sudagar (kalangan ekonomi keatas ). Danar Hadi memulai usahanya dengan 20 pembatik. Produk awalnya sebagian besar adalah kain yarit gaya Wonogiren yang  dikenakan oleh wanita-wanita anggun Tanah Air . Kain Danar Hadi juga semakin diminati oleh pelanggan yang datang membeli dari toko fashion ternama saat itu. Selain menyediakan tempat sebagai transaksi jual beli, toko Danar Hadi membedakan pakaian produk sendiri dengan pakaian lain dari mereka kaum pengusaha yang bekerjasama,  Alasannya sederhana, menurut Santosa, namanya kurang komersil untuk menjadi merek dagang batik. Nama Danarsih Hadiprijono menurutnya lebih feminin dan cocok, untuk  kain batik. Maka diputuskanlah nama Danar Hadi untuk menjadi identitas merek baju mereka.

Gambar:Google

Selain batik tulis, Danar Hadi juga berkarya dengan batik cap. Dalam beberapa tahun, mereka  mempekerjakan hampir 1.000 pengrajin batik di dua pabrik. Ketika mendengar kata batik “pabrik”, jangan membayangkan segala sesuatu yang modern atau mesin-mesin yang bergerak sendiri. Pabrik batik sebenarnya lebih merupakan pertapaan raksasa yang menampung ratusan orang yang melakukan hal yang sama yaitu membatik dengan cara ditulis atau dicap, dicelup, dan dimasak untuk proses pewarnaan alias masih tradisonal (nglorod). Suasana kerja di Perusahaan tersebut sangat kuat akan  keluargaan alias tidak membedakan antara karyawan lainnya dan pemilik memiliki kedekatan sama-sama saling support untuk karyawan yang mayoritas sudah berumur lebih tua. Setiap pembuat batik adalah seniman tradisional yang menghasilkan karya seni fungsional. Berbagai macam pengetahuan dari yang berpengalaman kepada pemula mengalir dengan mudah dari hari ke hari. Artis berkumpul untuk melakukan apa yang mereka sukai, untuk memberikan kepuasan hidup, makna, bukan hanya untuk mencari nafkah. Danar Hadi percaya bahwa dengan mempertahankan suasana kerja  tradisional,  setiap kain batik yang dihasilkan  memiliki nilai tambah.tersendiri dengan keunikan "Pengrajin" dan memilih untuk mempertahankan tidak tergantikan oleh mesin (menjaga kelestarian dengan keunikan). Goresan tangan manusia seakan "berpindah" menjadi komposisi puitis yang indah;  proses memahami budaya dan mengungkapkannya di atas kanvas. Setelah selesai, kain tersebut memiliki cita rasa yang “karismatik”, dan yang terpenting dapat memenuhi selera pasar. Suasana kerja tradisional ini masih dipertahankan. Produk mereka tersedia di toko-toko besar di Solo. Salah satu daerah penghasil banyak produk di Tanah Abang (Jakarta) selain  desainnya yang menarik,  mulai memproduksi batik sablon di atas kain yang lebih halus agar adem dan nyaman saat dipakai. Mereka menerima jumlah pesanan yang cukup besar tanpa uang muka.seiring berjalannya waktu, meski omzetnya cukup tinggi, namun hasil keuntungannya semakin sedikit (turun hingga 50 % dari biasanya). Mendengar kejadian tersebut, Danar Hadi sendiri yang membuka toko pertamanya di Jalan Dr. Rajima nomor 164. Bahkan saat ini, memiliki ratusan seniman batik yang sebagian besar berkumpul di "pertapaan" mereka di Kartasura, kawasan Pabelan.


Gambar : Google

Di tengah suasana kerja tradisional, para seniman batik duduk bersama sesuai dengan keahliannya berkerja dengan menggambar di kain batik menggunakan canting serta malam (lilin).  Banyaknya ilmu yang didapatkan  berlangsung dipraktikan dari  senior ke junior tanpa perintah atau paksaan. Konservasi dan pembangunan berjalan beriringan. Banyak  seniman batik yang sudah  puluhan tahun bekerja dan merupakan orang-orang terpercaya yang dianggap mampu mewujudkan konsep desain menjadi produk akhir. Seiring perkembangan teknologi, begitu pula teknik membatik. Sekarang sulit bagi mata orang awam untuk membedakan antara "batik dengan kombinasi bias dan cap" atau "cetak sutra dan bias dihilangkan dari batik". Tujuan dari penggabungan teknik membatik yang berbeda tidak hanya untuk  mempersingkat waktu proses membatik, tetapi terutama untuk membuka pandangan terhadap desain pola  batik yang berbeda sehingga dapat menghasilkan batik pamungkas yang bernuansa “batik Indonesia” dan memenuhi kebutuhan. Penjualan dicoba kepasar luar negeri (ekspor). 




Gambar :Google

Setelah berhasil mendirikan perusahaan batik, batik  menjadi master di Indonesia dengan adanya Hari Batik Nasional disetiap tanggal 2 Oktober,  bahkan membuat batik dari pakaian resmi negara membuat  permintaan batik dan membuat pasar juga tumbuh semakin membaik.  Tujuannya yaitu imgin Batik  menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia agar tidak luntur salah satu kebudayaannya . Batik harus terjangkau dan bisa diproduksi dalam jumlah banyak. Masalahnya, tentu  seperti  di awal cerita,  batik membutuhkan bahan baku salah satunya kain mori harus mencukupi. Santosa Doellah memahami masalah  tersebut saat  mulai terjun ke dunia fashion. Maka pada akhir tahun 1970-an, ia memutuskan untuk membuka pabrik baru dimana akan digunakan khusus memproduksi kain mori sebagai salah satu  bahan baku batik dengan nama PT Kusumahadi Santosa.

Berikut dokumentasi yang mimin dapatkan 

1. Toko Batik Danar Hadi 

Gambar : Google

Gambar: Google

Gambar :Google

2. Tempat Produksi pembuatan batik Danar Hadi

Gambar:Google


Gambar:Google

Gambar:Google


Gambar : Google

 3. PT Kusumahadi Santosa (Tempat produksi bahan baku kain batik Danar Hadi


Gambar :Google

Wah sungguh luar biasa ya pengorbanan dalam memperkenalkan batik agar tidak usang sesuai dengan zaman oleh pasangan muda Santosa Doellah dan Danarsih Hadiprijono. Bagaimana sobat Tique, sudahkah kamu bangga dengan warisan budaya batik asli Indonesia? Semoga dengan artikel ini membuat generasi penerus bangsa seperti generasi X, Y dan Z mau belajar cara menghargai apa saja kain batik dan jangan mengangap menggunakan kain batik hanya untuk orang tua saja tapi jadikan juga fashion anak muda ya. Bagaimana pendapat sobat Tique ? silahkan beri komentar melalui email di 1maculata.batique@gmail.com atau tulis aja di kolom komentar. Terima kasih banyak sobat Tique, sampai jumpa kembali!. 

Sebagai perhatian juga dari mimin kepada sobat Tique bahwa ini artikel mimin buat tanpa adanya sponsor dari pihak manapun ya, alias murni untuk pengetahuan bagaimana dulu kain batik memiliki nilai yang tinggi karena proses dan makna dari kain batik sendiri hingga bisa bertahan dan di cap sebagai warisan bangsa Indonesia yang tidak bergerak.