Senin, 31 Juli 2023

BOOTSTRAPPING !! MEMBANGKITKAN KAMPUNG BATIK LAWEYAN

Hallo selamat datang bersama mimin Tique. Hari ini kita akan membahas mengenai bootstrapping bagi pengrajin batik Kampung Laweyan Solo. Pasti melihat dari judul nya semua pada bingung apa itu bootstapping ? berikut pembahasannya.

Bootstrapping dalam bahasa Indoensia  adalah strategi pengembangan usaha yang mana sang pendiri atau pemilik dari usaha tersebut memilih untuk mengandalkan kekuatan internalnya.Metode ini merupakan usaha untuk membiayai usaha kecil dengan membeli atau menggunakan sumber daya atas biaya pemilik tanpa harus berbagi ekuitas atau meminjam uang dalam jumlah besar dari bank. Situasi di mana seorang pengusaha memulai bisnisnya dengan modal kecil dan tidak mengandalkan investasi (pinjam dana dengan bank) sangat susah zaman sekarang bilamana tidak memijam uang untuk modal namun ini berbeda dengan stategi pemasaran dari batik laweyan.

Sebagai diketahui Kampung Batik Laweyan terletak di Jl. Dr. Rajiman No.521, Laweyan, Kecamatan Laweyan, Kota Solo, dimana terdapat beberapa peninggalan sejarah salah satunya makam KI Ageng Anis. Kampung Laweyan ini terkenal juga sebagai tempat penyebaran syiar agama oleh Sunan Kalijaga. Laweyan sendiri berasal dari kata lawe yang berarti benang dan dulu laweyan sendiri berarti salah satu pusat kerajinan batik tulis dan cap yang di produksi secara tradisional.

Memasuki era modern, pemerintah memperkenalkan mesin cetak pada tahun 1970 yang menyebabkan penurunan produksi batik tulis dan cap karena banyak pengrajin memilih menggunakan mesin untuk biaya produksi yang lebih murah. Alasan ini di pilih karena menghasilkan  produksinya lebih banyak dibandingkan menggunakan metode pembatikan tulis dan cap secara manual, dimana prosesnya lebih mahal dan lama. Namun dengan adanya ini membuat sebagian banyak pengrajin batik tulis dan cap di daerah Laweyan banyak mengalami kebangkrut.


Oleh karena itu, tahun 1979 mau tidak mau mengalami situasi pendapatan yang tidak menguntungkan dan selalu menurun yang menyebabkan industri batik berhenti berproduksi. Namun lambat laun industri batik Laweyan Solo berkembang dan berganti nama dulu disebut industri Batik Bintang Mulya dan kemudian berganti nama menjadi industri Kampung Batik Laweyan Solo hingga sekarang. Peran pengusaha sangat penting dalam pemilihan strategi pemasaran yang tepat agar pengusaha batik dapat meningkatkan usaha produk batik di kawasan kampung batik Laweyan Solo.


Pada Setember 2004 mulai kembali bangkit dengan wacana mengembangkan kampung Laweyan yang menjadi salah satu pusat pengrajin batik tulis dan cap dengan branding. Nama Kampung Batik Laweyan ditetapkan sebagai kampung batik dan biasa disebut sebagai kluster batik dan wisata hingga mendapatkan penghargaan dengan ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di Solo.

Dalam mekanisme atau strategi penjualan  yaitu menggunakan alur distribusi, dimana para pedagang Kampung Batik Laweyan hanya menguasai arus barang dan jasa serta informasi di tingkat perusahaan/pabrik/tempat kerja.Untuk pasokan bahan baku seperti malam/lilin, warna yang terbuat dari bahan baku alami (Gondorukem) mereka membeli di supplier. Dengan keadaan ini menunjukkan ketergantungan mereka terhadap pihak lainnya sangat besar di tambah bahan baku yang cukup sulit dalam persediaan nya (terbatas).

Saluran distribusi yang digunakan oleh Kampung Batik Laweyan ada dua jenis yaitu usaha toko yang hanya menjual pakaian jadi berbahan batik walaupun usaha jenis ini hanya merupakan minoritas dibandingkan dengan toko yang memproduksi sekaligus menjual bahan batik berupa baju jadi atau produk lainnya yang berasal dari kain batik.

Di tahun tersebut juga tepatnya tanggal 25 September 2004 para pelaku usaha-usaha individu produsen sekaligus penjual batik yang bertempat di Kampung Batik Laweyan mendirikan Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL) yang beranggotakan seluruh masyarakat. FPKBL bertujuan untuk menciptakan dan mengoptimalkan semua peluang bagi Kampoeng Laweyan agar dapat pulih dan siap menghadapi tantangan globalisasi. Setelah dibentuknya FPKBL maka  menunjukkan tanda tanda kemajuan ditandai dengan banyaknya wisatawan yang datang ke Laweyan, kembali bermunculannya pengusaha-pengusaha batik tradisional hingga mencapai ratusan.

Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa FPKBL telah berhasil memberdayakan masyarakat Kampung Batik Laweyan. Tujuan dari penelitian forum ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL) bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Kampung Batik Laweyan. Pemberdayaan masyarakat Kampung Batik Laweyan menggunakan strategi penjual bermodel kemitraan . Hal ini tercermin dari upaya FPKBL, dimana setiap kegiatan selalu melibatkan peran  mitra yang berbeda-beda (tergantung jenis program). Model kemitraan yang digunakan adalah Collaborative of partnership yaitu kemitraan yang terbentuk tanpa membedakan ukuran, posisi atau kekuatan mitra, namun penekanan utamanya adalah pada visi dan misi yang saling melengkapi pemberdayaan masyarakat.  Banyak orang tidak mengetahui bahwa Kampung Batik Laweyan merupakan pemberdayaan masyarakat bermodel kawasan. Berikut proses strategi membangkitkan Kampung Batik Laweyan sebagai berikut

1. Pengenalan potensi daerah

2. Sosialisasi

3. Penyadaran

4. Pengorganisasian

5. Pelaksanaan kegiatan atau program

6. Membangun  kemitraan

7. Implementasi strategi yang partisipatif.


Dengan cara ini dapat membuktikan keefektifan pemberdayaan masyarakat Kampung Batik Laweyan oleh Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL), yang didasarkan pada konsep-konsep penting dalam Teori Aksi Talcot Parsons serta teori bagaimana cara pemberdayaan masyarakat setempat dengan mengkaji secara spesifik.

Demikian untuk bahasan hari ini mengenai Strategi dan upaya apa yang dilakukan oleh Kampung Batik Laweyan di saat mengalami krisis hingga bangkrut namun bisa eksis hingga sekarang. Terima kasih banyak sobat Tique, sampai jumpa kembali.