Hallo selamat datang bersama mimin Tique. Hari ini kita akan membahas mengenai pasangan muda yang berhasil memperkenalkan batik sebagai identitas negara Indonesia salah satunya dengan menjualkan kepada masyarakat Indonesia hingga luar negeri loh...penasaran ??? yuk simak penjelasannya
Asal Usul Batik
Batik adalah salah satu
budaya Jawa yang paling berharga. Asal mulanya masih diperdebatkan, namun yang
pasti kain batik mencapai puncak "kesempurnaannya" di tanah Jawa.
Sejarah batik Indonesia tidak terlalu
tua, diperkirakan baru mulai berkembang pada abad ke-17, namun batik masih dapat eksis dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia bahkan salah satunya
menjadi model baju baik seragam anak sekolah hingga fashion busana. Tidak
pernah menjadi tua (usang), seiring
waktu terus berjalan dan menjadi lebih modern. Untuk pertama kali
berkembang pesat dari istana (keraton) dengan desain dekoratif alias beragam
motif yang dipengaruhi oleh zaman Hindu
di pulau Jawa. Setiap lembaraan kain terutama yang sering digunakan
yaitu pakaian batik memiliki makna yang lebih luas serta mendalam bukan sekedar
kain penutup tubuh, tetapi yang lebih penting lagi, penataan yang beragam hias
dan pewarnaan merupakan perpaduan antara seni, adat istiadat, sikap dalam hal pandangan hidup dan kepribadian.
lingkungan yang melahirkannya, yaitu lingkungan keraton.
Gambar : Google
Dekorasi keraton
dirancang khusus hanya untuk raja dan
keturunannya langsung , seperti motif kawung, lereng dan parang-parangan.
Seiring berjalannya waktu, kain batik mulai tersebar di luar lingkungan
keraton. Pola hias khusus raja dan
keluarganya menjadi “pola larangan”, sehingga kain batik yang dibentuk di luar
keraton terinspirasi dari dalam keraton, namun terdapat variasi dalam
penerapannya yang membuatnya berbeda
dari segi pola hias. , isen-isen dan komposisi warna. Pada pertengahan abad ke-19, ketika
permintaan batik semakin meningkat, muncul
teknik membatik baru yaitu cap.
Teknik cap ini sangat membantu para pembatik
manual dengan mempercepat proses membatik sehingga harga jual kain batik tidak terlalu
mahal. Sementara kain batik terus
berkembang, orang Indonesia berpakaian
sesuai dengan keadaan dengan pelan-pelan mulai berubah, alias sedikit
banyak mempengaruhi posisi kain batik di masyarakat. Selama era kekuasaan VOC, hanya
orang Eropa yang diizinkan mengenakan pakaian Barat
(Eropa). Untuk rakyat biasa , VOC
mengeluarkan peraturan yang memaksa masyarakat untuk tetap mengenakan
"busana nasional". Tujuan dari kebijakan ini jelas, yaitu untuk memudahkan identitas
seseorang yang mungkin menyamar demi kepentingan sendiri, karena dari pakaian sangat terlihat jelas dari luar tanpa melakukan pengecekkan sehingga aman tanpa melibatkan aparat setempat.
Gambar : Google
“Pakaian nasional” yang
dimaksud adalah busana adat tradisional masing-masing daerah. Di Jawa, kain
batik berupa kain yang digunakan sebagai
jarit. Aturan berpakaian ini dapat lebih
mudah diterapkan di daerah-daerah VOC seperti Batavia (Jakarta), tetapi lebih
sulit diterapkan di tempat lain,
terutama VOC memiliki banyak
kepentingan. Contoh ekstrem adalah Amangkurat II, yang digambarkan dalam Babad
Tanah Jawi sebagai salah satu kaum elit pertama yang mengadopsi pakaian Barat.
Belakangan, cara berpakaian tradisional perlahan berubah, pakaian elit keraton
mulai beradaptasi dengan pengaruh asing, gaya Eropa dan Islami seperti kemeja dan jas menjadi beskap (berasal dari "beschaafd",
artinya "beradab") dan surjan. . Pakaian daerah hasil adaptasi ini
kemudian banyak digunakan dalam acara-acara publik seperti pertemuan bersama,
sedangkan budaya Jawa terus digunakan dalam upacara-upacara keraton. Meskipun
keraton mengadopsi unsur-unsur budaya lain, namun tidak pernah kehilangan peran
sebagai penjaga kebudayaan Jawa.
Menjelang abad ke-19,
terlepas dari upaya Belanda untuk mempertahankan cara berpakaian kalangan
sendiri serta ketidak inginan orang Indonesia meninggalkan adat mereka, adat Eropa, terutama
dalam pakaian, menyebar luar batas kaum elit Indonesia. Perubahan ini paling
jelas terlihat di kalangan pria. Dimana pakaian Barat memiliki arti "kemajuan"
dan "modernitas" khususnya di
kalangan pelajar, guru, pegawai kantor hingga penjabat penting Penggunaan kain batik mulai berubah dan digantikan dengan celana
panjang. "Westernisasi" pakaian ini berlanjut dan memuncak pada tahun
1950-an. Sukarno sendiri, sebagai presiden, menekankan peci sebagai “identitas”
nasional bangsa Indonesia. Demi persatuan Indonesia, ia sengaja tidak pernah memakai batik atau sarung.
Namun, pemikiran Sukarno sangat berbeda dengan pakaian nasional wanita; kain
batik kebaya adalah pakaian yang sempurna karena mencerminkan akar tradisional.
Ringkasnya, Sukarno menginginkan busana pria dan wanita Indonesia mewakili hati
dimana adanya "kemajuan yang
berakar pada tradisi dan modernitas". Karena kecintaannya pada pakaian
kebaya dan rasa nasionalisme, Soekarno
kemudian menerapkan “persatuan” dengan menggunakan kain batik sebagai media dan
kultur khas dari Indonesia . Sekitar tahun 1950 “batik Indonesia” lahir dan
berciri khas menggabungkan desain pola dekoratif (beragam) batik keraton dengan
proses pewarnaan batik pesisir. Konsep batik Indonesia mendapat tanggapan yang
baik dari para seniman batik, di antaranya Ibu Soed tampil dengan anggun
menggunakan model batik "Terang Bulan", Ibu Sakrie, Ibu Setyowati dan
KRT Hardjonagoro (Go Tik Swan). Sampai saat itu jarang sekali orang yang
membatik memotong dijadikan busana untuk dijual , kecuali untuk kebutuhan
sendiri dan dipakai di rumah. Baru setelah Ali Sadikin sebagai gubernur Jakarta
pada tanggal 14 Juli 1972 menetapkan
batik sebagai pakaian resmi pria di wilayah DKI Jakarta, terjadi gelombang besar yang mengubah sikap masyarakat Indonesia terhadap
batik. Baru setelah kain batik mulai terlihat potensinya sebagai tekstil yang
bisa digunakan tidak hanya untuk pakaian barat, tapi juga untuk dekorasi rumah.
Perkembangan batik terus berlanjut hingga kini dengan unsur estetika dan teknik
produksi yang modern.
Gambar: Google
Pasangan Muda Penjual Batik
Salah satu perjalanan batik di Indonesia yang sudah merdeka
yaitu pasangan muda atas nama Santosa
Doellah dan Danarsih Hadiprijono resmi membuka perusahaan bernama Danar Hadi pada tahun 1967, tahun itu industri batik di Solo, Jawa
Tengah baru mulai merangkak setelah
tahun 1965 mengalami penurunan dari warga sekitar. Sebagai informasi Bapak Hj. Santosa Doellah lahir pada tanggal 7 Desember 1941 dan
meninggal pada tanggal 2 Agustus 2021. Bapak Hj. Santosa Doellah meraih gelar
Sarjana Ekonomi (S.E.) dari Universitas
Padjadjaran. Meski kondisi untuk membatik tidak terlalu mendukung, pasangan yang menikah tahun 1967 tetap memutuskan untuk membuka perusahaan batik.
Gambar: Google
Keputusan untuk
meluncurkan merek "Danar Hadi" tidak diambil secara gegabah,
melainkan keputusan yang mencerminkan
pengalaman generasi keluarga dalam bisnis batik
Surakarta. Danarsih lahir dari pasangan Soemarti dan Soenardi
Hadiprijono, putri keempat dari lima bersaudara, pada tanggal 26 September
1946. Orangtuanya memiliki usaha batik yang dijual dan diproduksi di Kauman,
yang kemudian pindah ke Kabupaten Bhayangkara. Danarsih tumbuh dan berkembang
begitu dekat dengan segala hal yang berhubungan dengan batik. Keingintahuannya
akan kehalusan tekstur kain batik dan
corak warna sangat besar, terutama ia
menyukai fashion . Sejak kecil dia senang sekali berganti model pakaian,
(menolak memakai pakaian yang sama) dengan tidak membeli baju baru melainkan memodifikasi
pakaian yang ada.
Dia meminta tolong
kakaknya yang pandai menjahit serta
kreatif untuk mengubah keadaan agar
pakaian lama selalu terlihat seperti baru. Sebagai informasi dari mimin Ibu Danarsih
Hadiprijono pernah berkuliah Universitas Gajah Mada dengan mengambil Fakultas Teknik Kimia tetapi menolak
melanjutkan kuliahnya karena merasa ingin mengetahui lebih banyak lagi hal-hal yang berhubungan dengan batik. Orang
tuanya tidak melarang karena melihat putri mereka sangat tertarik untuk
berjualan batik. Santosa Doellah, yang
sebenarnya adalah keluarga Danarsih,
juga dibesarkan dalam keluarga yang sudah memiliki empat generasi berkecimpung dalam industri perbatikkan . Ia
lahir dari pasangan suami istri Nama keluarga Dr. Doellah dan Fatimah Wongsodimo
.
Karena ibunya meninggal
muda, Santosa diasuh oleh kakeknya, Raden Wongsodinomo, yang sudah menjadi
saudagar batik yang disegani di Surakarta dan salah satu orang yang aktif ikut mendirikan
koperasi untuk para pembatik (karyawan) sejak tahun 1937 , di bawah bimbingan
kakeknya banyak belajar tentang batik, mulai dari dekorasi, proses dan teknik
pembuatan kain kraton yang berkualitas hingga kain batik yang berkualitas untuk
sudagar (kalangan ekonomi keatas ). Danar Hadi memulai usahanya dengan 20
pembatik. Produk awalnya sebagian besar adalah kain yarit gaya Wonogiren
yang dikenakan oleh wanita-wanita anggun
Tanah Air . Kain Danar Hadi juga semakin diminati oleh pelanggan yang datang
membeli dari toko fashion ternama saat itu. Selain menyediakan tempat sebagai
transaksi jual beli, toko Danar Hadi membedakan pakaian produk sendiri dengan
pakaian lain dari mereka kaum pengusaha yang bekerjasama, Alasannya sederhana, menurut Santosa, namanya
kurang komersil untuk menjadi merek dagang batik. Nama Danarsih Hadiprijono
menurutnya lebih feminin dan cocok, untuk
kain batik. Maka diputuskanlah nama Danar Hadi untuk menjadi identitas
merek baju mereka.
Gambar:Google
Selain batik tulis, Danar
Hadi juga berkarya dengan batik cap. Dalam beberapa tahun, mereka mempekerjakan hampir 1.000 pengrajin batik di
dua pabrik. Ketika mendengar kata batik “pabrik”, jangan membayangkan segala
sesuatu yang modern atau mesin-mesin yang bergerak sendiri. Pabrik batik
sebenarnya lebih merupakan pertapaan raksasa yang menampung ratusan orang yang
melakukan hal yang sama yaitu membatik dengan cara ditulis atau dicap, dicelup,
dan dimasak untuk proses pewarnaan alias masih tradisonal (nglorod). Suasana
kerja di Perusahaan tersebut sangat kuat akan keluargaan alias tidak membedakan antara
karyawan lainnya dan pemilik memiliki kedekatan sama-sama saling support untuk
karyawan yang mayoritas sudah berumur lebih tua. Setiap pembuat batik adalah
seniman tradisional yang menghasilkan karya seni fungsional. Berbagai macam pengetahuan
dari yang berpengalaman kepada pemula mengalir dengan mudah dari hari ke hari.
Artis berkumpul untuk melakukan apa yang mereka sukai, untuk memberikan
kepuasan hidup, makna, bukan hanya untuk mencari nafkah. Danar Hadi percaya
bahwa dengan mempertahankan suasana kerja
tradisional, setiap kain batik
yang dihasilkan memiliki nilai tambah.tersendiri
dengan keunikan "Pengrajin" dan memilih untuk mempertahankan tidak tergantikan
oleh mesin (menjaga kelestarian dengan keunikan). Goresan tangan manusia seakan
"berpindah" menjadi komposisi puitis yang indah; proses memahami budaya dan mengungkapkannya
di atas kanvas. Setelah selesai, kain tersebut memiliki cita rasa yang “karismatik”,
dan yang terpenting dapat memenuhi selera pasar. Suasana kerja tradisional ini
masih dipertahankan. Produk mereka tersedia di toko-toko besar di
Solo. Salah satu daerah penghasil banyak produk di Tanah Abang (Jakarta) selain desainnya yang menarik, mulai memproduksi batik sablon di atas kain
yang lebih halus agar adem dan nyaman saat dipakai. Mereka menerima jumlah pesanan yang cukup besar
tanpa uang muka.seiring berjalannya waktu, meski omzetnya cukup tinggi, namun hasil keuntungannya semakin sedikit (turun hingga 50 % dari biasanya). Mendengar kejadian tersebut,
Danar Hadi sendiri yang membuka toko pertamanya di Jalan Dr. Rajima nomor 164.
Bahkan saat ini, memiliki
ratusan seniman batik yang sebagian besar
berkumpul di "pertapaan" mereka di Kartasura, kawasan Pabelan.
Di tengah suasana kerja tradisional, para seniman
batik duduk bersama sesuai dengan keahliannya berkerja dengan menggambar di kain batik menggunakan canting serta malam (lilin). Banyaknya ilmu yang didapatkan berlangsung dipraktikan dari senior ke junior tanpa perintah
atau paksaan. Konservasi dan pembangunan berjalan beriringan. Banyak seniman batik yang sudah puluhan tahun bekerja dan
merupakan orang-orang terpercaya yang dianggap mampu mewujudkan konsep desain
menjadi produk akhir. Seiring perkembangan teknologi, begitu pula teknik
membatik. Sekarang sulit bagi mata orang awam untuk membedakan antara
"batik dengan kombinasi bias dan cap" atau "cetak sutra dan bias
dihilangkan dari batik". Tujuan dari penggabungan teknik membatik yang
berbeda tidak hanya untuk mempersingkat waktu
proses membatik, tetapi terutama untuk membuka pandangan terhadap desain
pola batik yang berbeda sehingga dapat
menghasilkan batik pamungkas yang bernuansa “batik Indonesia” dan memenuhi
kebutuhan. Penjualan dicoba kepasar luar negeri (ekspor).
Gambar :Google
Setelah berhasil
mendirikan perusahaan batik, batik
menjadi master di Indonesia dengan adanya Hari Batik Nasional disetiap tanggal
2 Oktober, bahkan membuat batik dari
pakaian resmi negara membuat permintaan
batik dan membuat pasar juga tumbuh semakin membaik. Tujuannya yaitu imgin Batik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat
Indonesia agar tidak luntur salah satu kebudayaannya . Batik harus terjangkau
dan bisa diproduksi dalam jumlah banyak. Masalahnya, tentu seperti
di awal cerita, batik membutuhkan
bahan baku salah satunya kain mori harus mencukupi. Santosa Doellah memahami masalah
tersebut saat mulai terjun ke dunia fashion. Maka pada akhir
tahun 1970-an, ia memutuskan untuk membuka pabrik baru dimana akan digunakan khusus
memproduksi kain mori sebagai salah satu bahan baku batik dengan nama PT Kusumahadi
Santosa.
Berikut dokumentasi yang mimin dapatkan
1. Toko Batik Danar Hadi
Gambar : Google
Gambar: Google
Gambar :Google
2. Tempat Produksi pembuatan batik Danar HadiGambar:Google
Gambar:Google
Gambar:Google
Gambar : Google
3. PT Kusumahadi Santosa (Tempat produksi bahan baku kain batik Danar Hadi
Gambar :Google
Wah sungguh luar biasa ya pengorbanan dalam memperkenalkan batik agar tidak usang sesuai dengan zaman oleh pasangan muda Santosa Doellah dan Danarsih Hadiprijono. Bagaimana sobat Tique, sudahkah kamu bangga dengan warisan budaya batik asli Indonesia? Semoga dengan artikel ini membuat generasi penerus bangsa seperti generasi X, Y dan Z mau belajar cara menghargai apa saja kain batik dan jangan mengangap menggunakan kain batik hanya untuk orang tua saja tapi jadikan juga fashion anak muda ya. Bagaimana pendapat sobat Tique ? silahkan beri komentar melalui email di 1maculata.batique@gmail.com atau tulis aja di kolom komentar. Terima kasih banyak sobat Tique, sampai jumpa kembali!.
Sebagai perhatian juga dari mimin kepada sobat Tique bahwa ini artikel mimin buat tanpa adanya sponsor dari pihak manapun ya, alias murni untuk pengetahuan bagaimana dulu kain batik memiliki nilai yang tinggi karena proses dan makna dari kain batik sendiri hingga bisa bertahan dan di cap sebagai warisan bangsa Indonesia yang tidak bergerak.