Hallo sobat Tique... sudah lama hari mimin Tique tidak menyapa dan update berita terkini, mimin Tique mau memberikan informasi mengenai batik. Batik adalah salah satu peninggalan yang banyak orang pakai apalagi dalam fashion serta memiliki banyak motif dan arti dari suku dan budaya yang ada di Indonesia. Sekarang sobat Tique kita akan melihat arti dan motif dari Batik Tanah Liek. Iya batik ”Tanah Liat” kok bisa ??? Berikut penjelasannya.
Batik Tanah Liek sempat hilang dari peredaran selama beberapa waktu. Namun, berkat usaha seorang perempuan bernama Hj. Wirda Hanim, batik ini kembali diproduksi dan diperkenalkan kepada masyarakat luas pada tahun 1994. Hj. Wirda Hanim menemukan kembali teknik pembuatan Batik Tanah Liek setelah melihat kain batik ini digunakan oleh masyarakat di daerah Sumanik, Tanah Datar.
Dengan tekad yang kuat, Ibu Hj. Wirda Hanim, berencana melakukan inovasi kain. Sedangkan pengetahuannya tentang batik tidak dimilikinya. Saat itu, ia bertemu dengan guru membatik di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Kota Padang yang kini menjadi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang langsung berkunjung ke sekolah dan rumahnya, berharap bisa bekerja sama. Namun, guru hanya membimbing siswanya. Terlepas dari semuanya, Ibu Hj.Wirda Hanim tetap membiayainya, mulai dari membeli batik dan obat-obatan membatik namun hasil dari siswa tersebut tidak memuaskan. Sehingga Ibu Hj.Wirda Hanim tidak melanjutkan kerjasamanya.
Ragam Hias Batik Indonesia: Pesona Batik Tanah Liek dari Minangkabau
Batik, warisan budaya Indonesia yang diakui dunia, memiliki kekayaan motif dan corak yang beragam dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas batiknya masing-masing, salah satunya adalah Batik Tanah Liek yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Batik Tanah Liek memiliki Pesona Tanah Liat yang Memikat
Dalam bahasa Minangkabau disebut "batik tanah liek", adalah jenis batik yang unik karena menggunakan tanah liat sebagai pewarna dasarnya. Proses pembuatannya pun terbilang rumit. Kain katun yang akan dijadikan batik direndam dalam air yang dicampur tanah liat selama beberapa hari. Setelah itu, kain dicuci dan diwarnai kembali menggunakan pewarna alami dari tumbuhan seperti jengkol, rambutan, dan gambir. Awalnya batik pengaruh negara Cina ini sempat hilang, tetapi berhasil dihidupkan kembali pada pertengahan tahun 1990-an.
Tahun 1995, atas izin suaminya Ruslan Majid, ia berangkat ke Jogjakarta dengan modal pinjaman sebesar 20 juta rupiah untuk belajar membatik di sana. Dia kembali ke Padang hanya 2 hari kemudian. Selain kesedihan, ia tidak bisa melepaskan ukirannya dan 20 pekerja yang tinggal di rumahnya. Bu Hj. Wirda Hanim meminta kepada Dewan Batik Jogjakarta mengirimkan pengajar batik ke Padang yang beliau kontrak selama 3 bulan. Tapi sebelumnya, bu Hj. Wirda Hanim menitipkan contoh kain Batik Tanah Liek dengan harapan dapat dibuatkan motif dan warna sesuai contoh kain tersebut. Sesampainya di Padang, guru dan pemuda yang dibawa dari Jogjakarta tidak mampu membuat Batik Tanah Liek sesuai pola yang diberikan. Bahkan setelah 2 bulan bekerja bersama di padang, tak ada satupun kain yang bisa menandingi warna kain Batik Tanah Liek.
Karena kegigihannya, ia mengeluarkan banyak uang untuk membeli kain sutra, obat-obatan batik, dan barang peralatan batik, dan ia tidak pernah putus asa. Baru seminggu menjelang berakhirnya kontrak mengajar dari Jogja, Bu Hj. Virda Hanim mengenang bagaimana ia mendekorasi kue warna-warni saat kelas kue pernikahan dan ulang tahun yang ia ikuti di Jakarta. Ia bereksperimen dengan pewarna kimia untuk batik. Ibarat mencari warna yang cocok dengan Batik Tanah Liek, warna bumi (tanah). Di antara 10 lembar kain berukuran masing-masing 2 meter, hanya 2 lembar yang cocok dengan warna batik tanah liek.
Ibu Hj. Wirda Hanim terus bekerja keras dengan eksperimen dan menggaji karyawan khusus batik. Sejak itu, beliau memproduksi Batik Tanah Liek dengan bahan kimia. Sehingga pada saat itu, dinamakanlah merk hasil produksinya Batik Tanah Liek “Citra Monalisa”.
Namun hasilnya tetap sama, batik buatannya terlihat lebih rendah dibandingkan Batik Tanah Liek kuno. Pada suatu ketika, beliau pulang kampung dan bertanya kepada seorang ibu yang ada disana. “Mengapa batik ini disebut batik?” Dan sang ibu menjawab bahwa suku batik itu dilukis di atas tanah dan coraknya pada tumbuhan. Pertanyaannya berlanjut: Tanaman apa yang bisa dicabut? Dan sang ibu langsung menjawab yaitu gambir, rambutan, pinang dan lain-lain. Dengan mengatakan itu, Ibu Hj. Wirda Hanim mencoba mencari tahu tentang struktur dan panjangnya. Akhirnya, setelah 10 tahun mencoba, barulah beliau mendapatkan Batik Tanah Liek sesuai dengan contoh yang ada sekaligus telah dipatenkan dengan nama “Batik Tanah Liek”. Pertamina tempat suaminya meminjamkan modal pada tahun 1997 akhirnya lunas, bantuan pinjaman ini adalah pinjaman pertama untuk eksekusi experimennya,
Banyak sekali keunikan Batik Tanah Liek, antara lain:
- Warna Khas: Warna dasar Batik Tanah Liek adalah cokelat tua yang khas dan elegan, hasil dari perendaman dalam tanah liat.
- Motif Batik Tanah Liek umumnya terinspirasi dari alam sekitar, seperti tumbuhan, hewan, dan bentuk geometri.
- Filosofi: Setiap motif pada Batik Tanah Liek memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Minangkabau.
Batik Tanah Liek adalah salah satu contoh kekayaan ragam hias batik Indonesia yang patut kita banggakan. Dengan memahami sejarah dan proses pembuatannya, kita dapat lebih menghargai keindahan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Mari bersama-sama melestarikan batik Indonesia agar warisan budaya ini tetap hidup dan berkembang. Bagaimana menurut sobat mimin Tique??? masih mau menghilangkan kelestarian dan ciri khas batik tanah liek? jangan ya... jangan...hehehe. Sobat Tique jangan lupa untuk beri komentar serta jawabannya kepada mimin ya sobat Tique di alamat email 1maculata.batique@gmail.com atau tulis aja di kolom komentar. Terima kasih banyak sobat Tique, sampai jumpa kembali! Jangan lupa untuk terus ikuti berita terupdate nya ya…